Mungkin diantara kita sering merasakan bahwa hidup yang dijalani tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima. karena perhitungan-perhitungan sebagai insan, yang mendahulukan kesombongan akal pikiran, serta perhitungan akademisi, telah memperangkap diri kita pada kondisi dimana keputusan yang kita ambil merupakan kesalahan yang paling besar dalam hidup ini.
Dalam memilih pasangan hiduppun, seringkali dilakukan perhitungan-perhitungan matang, dengan menggunakan analisa SWOT atau menggunakan Six step to solve the problem atau protap-protap yang sering digunakan birokrat dan militer dalam melakukan langkah-langkah pengambilan keputusan.
Kelebihan dan kekurangan diri serta pasangan disandingkan, dianalisa dan diproyeksikan dalam kehidupan nyata. dalam analisa tersebut, mungkin saja diharapkan bahwa kelebihan dari diri dan pasangan akan saling bersinergi menjadi sebuah kekuatan yang saling menguatkan sehingga dihasilkan sebuah kondisi yang optimal. kekurangan yang dimiliki juga saling menutupi, sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan kecil, apalagi yang fatal.
tetapi setelah dijalani, ternyata kenyataan yang ada tidak sesuai dengan proyeksi yang telah dibuat. bukannya kelebihan yang saling bersinergi, melainkan kekurangan diri dan pasanganlah yang saling bersinergi membentuk kondisi buruk yang malah menjerumuskan kita kedalam kondisi yang buruk. walaupun sudah disiasati dengan strategi-strategi baru yang diajarkan oleh para trainer mental yang sok mengajarkan cara membina sebuah hubungan yang baik, tetapi saja kondisi buruk tersebut tidak dapat dihindari. tentu saja jawabannya mudah saja, yaitu anda telah salah dalam memilih pasangan hidup…
Hal yang sama juga dirasakan oleh SBY akhir-akhir ini, dimana Boediono yang diharapkan menjadi seorang pasangan yang akan menunjang dan bersinergi untuk menjadikan pemerintahan SBY pada periode kedua ini menjadi sebuah pemerintahan yang akan dikenang sepanjang masa, jadi catatan sejarah yang diukir dengan tinta emas, dimana pada masa pemerintahan SBY-Boedionolah dimulainya era tinggal landas yang menjadi pintu gerbang bagi bangsa ini menjadi negara makmur sejahtera serta memiliki peran startegis dikancah dunia internasional.
Tetapi, ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. karakter Boediono yang cenderung hampir sama dengan SBY dalam pengambilan keputusan, terlalu banyak pertimbangan, lambat dan kurang tegas dalam pengambilan keputusan, menyebabkan pemerintahan SBY ini terombang-ambing kedalam kondisi yang tidak menentu. ketidak tegasan dan kelambanan kedua tokoh ini, dalam pengambilan keputusan menyebabkan kasus kriminalisasi KPK dan perseteruan cicak versus buaya, tidak selesai-selesai, dan malah menyita energi seluruh bangsa ini untuk terus menerus terseret-serat dalam kasus yang sebenarnya sangat mudah diselesaikan.
Kalau memang SBY menganggap bahwa KPK bersalah sementara Kejaksaaan Agung dan kepolisiaan serta konconya anggoda merupakan pihak yang benar, silahkan lakukan tindakan tegas tanpa ragu-ragu, jebloskan bibit samad dan chandra hamzah kedalam penjara. kalau ada yang protes, tinggal ditangkap diproses, termasuk para anggota tim delapan yang katanya telah memojokan presiden dalam kondisi yang tidak nyaman, mendorong-dorong SBY untuk mengambil keputusan yang tidak akan pernah dituruti. lakukan tindakan secara tegas, keras, jangan ragu.
Tetapi jika hati nurani SBY menyatakan bahwa memang KPK adalah dipihak yang benar, Anggodo, Susno Duadji, Kapolri serta kejaksaan merupakan kelompok yang terlingkup dalam mafia peradilan, SBY harus tegas memberantasnya. langsung ambil keputusan, ganti Kapolri dan Jaksa Agung termasuk mengganti Menko Pulhukam yang diduga memiliki yayasan yang menerima aliran dana pada masa kampanye presiden yang lalu.
Kondisi ini menjadi sebuah pernyataan tegas dari SBY, bahwa benar dalam periode 2004 – 2009, jalannya pemerintahan SBY-JK dapat cenderung berjalan aman, disebabkan kecekatanan Jusuf Kalla dalam mengeksekusi semua kebijaksanaan yang harus dieksekusi, mengambil keputusan pada waktu yang tepat, bersikap tegas dan tanpa tendeng aling-aling dalam menghadapi protes dari semua pihak. JK bersedia menjadi Bemper bagi jalannya pemerintahan ini, JK rela berkorban agar roda pemerintahaan dapat berjalan dengan lancar.
Kalau saja saat ini JK masih menjadi pasangan SBY menjadi wakil presiden, mungkin saja JK telah secara tegas mengambil keputusan agar Susno duaji di berhentikan selamanya dari jabatan kabareskrim, dan minta segera diproses secara hukum. JK mungkin saja berusaha menkondisikan agar Kapolri dan Jaksa AGung mengundurkan diri dari jabatannya, demi kepentingan bersama, demi kepentingan kelangsungan jalan pemerintah.
Boediono yang cenderung “yes man” , menyebabkan kondisi dimana SBY berjalan tanpa ada yang berani memberikan masukan, tidak ada yang mengkoreksi, tidak ada yang menunjukan keputusan-keputusan yang seharusnya diambil, mendorong agar keputusan itu dapat segera diimplementasikan. Andai…..
Sikap SBY yang melempar-lempar masalah ke lembaga negara lain yang nanti akan dilanjutkan dengan lemparan-lemparan lain, seperti permainan sepak bola, sehingga kasus ini tidak pernah selesai, dengan harapan rakyat capek mengikuti dan kembali bersikap apatis dengan keputusan yang diambil.
tetapi ternyata kondisi yang diharapkan itu tidak pernah terjadi, rakyat tidak akan pernah capek dalam memperjuangkan aspirasi dan penegakkan hukum, rakyat Indonesia saat ini sudah sangat cerdas, apalagi ditunjang oleh fasilitas-fasilitas teknologi yang menunjang penyampaian aspirasinya, seperti Blog, facebook dan Twitter sebagai media social. Rakyat tidak akan pernah capek, justru sikap SBY ini menimbulkan bola salju yang semakin besar dan terus membesar, sehingga pada suatu kondisi dimana tidak ada waktu dan kesempatan untuk berbalik arah, terguling dari kursi kekuasaan tertimpa bola salju yang tidak diselesaikan.
Seperti biasanya, setiap hari jumat, diseluruh mesjid yang tersebar diseluruh Indonesia, para khotib memberikan ceramah, yang membahas masalah-masalah kehidupan dan dimasukan dalam kerangka religi. tentu saja masalah yang sedang berkembang saat ini, kasus kriminalisasi KPK dan kasus Anggodo yang berkomplot dengan oknum di dalam kepolisian dan kejaksaan untuk mempecundangi hukum. para khotib yang memberi ceramah dalam kerangka agama yang jelas, kemungkinan besar tidak akan mengdukung dan membenarkan Anggodo dan Anggoro. dan kalaupun ada yang membela mereka, kemungkinan besar memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan kedua lembaga yang disangkut pautkan itu atau mungkin saja merupakan karib dari kedua Angg tersebut.
Bayangkan saja, jika seluruh khotib yang menyuarakan kondisi yang sekarang terjadi ini, tentu saja masyarakat akan semakin memperbesar bola salju kekecewaan masyarakat yang dapat mengimbas kepada kekuasaan SBY, sampai akhirnya memaksa SBY untuk melakukan tindakan represif, otoriter untuk membungkam kekuatan rakyat ini.
semoga saja kesalahan SBY dalam memilih pasangan ini tidak menjerumuskan bangsa ini dalam kondisi yang semakin buruk. jika memang SBY tidak berani mengambil keputusan yang tegas untuk menyelesaikan kasus ini, silahkan mengundurkan diri sebelum dimundurkan dan memberikan kesempatan kepada pemimpin yang berani dan tegas dalam menyelesaikan permasalahan yang telah membelit bangsa ini.
Semoga saja segera ada jalan keluar… oleh karena itu berhati-hatilah mencari pasangan… bagi yang belum memiliki pasangan. bagi yang sudah memiliki pasangan dan ternyata pasangan anda merupakan pilihan yang salah, masih ada waktu untuk memperbaiknya dengan mengambil keputusan yang tepat disaat yang tepat. dan jika anda telah memiliki pasangan yang tepat, silahkan bersyukur dan bertambah imannya kepada SANG PENCIPTA, karena anugrah yang luar biasa tersebut.
Salam Indonesia…
sumber : http://defrimardinsyah.wordpress.com/